Ketua MPR Bambang Soesatyo menyatakan Badan Pengkajian MPR tak pernah membahas wacana perpanjangan periodisasi jabatan presiden menjadi tiga periode. Dan dari sisi politik, dia menilai wacana itu akan sulit terealisasi. Sehingga wacana itu sebenarnya wacana yang prematur.
“Di internal MPR, dari mulai Komisi Kajian Ketatanegaraan, Badan Pengkajian MPR, hingga tingkat pimpinan MPR, tidak pernah sekalipun membahas wacana perpanjangan periodisasi presiden menjadi tiga periode,” ujar Bamsoet, sapaan akrabnya, dalam keterangannya, Rabu (15/9/2021).
“Rencana MPR melakukan amendemen terbatas hanya untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), bukan yang lain,” tambahnya.
Lebih lanjut, Bamsoet mengatakan secara politik, wacana itu akan sulit diwujudkan. Mengingat partai politik sudah bersiap menghadapi Pemilu 2024 dengan mengusung calon presidennya masing-masing.
Dijelaskannya juga, untuk melakukan perubahan konstitusi, dibutuhkan konsolidasi politik yang besar dengan persyaratannya sangat berat sebagaimana tertuang dalam pasal 37 ayat 1-3 UUD NRI 1945.
Di ayat 1 menjelaskan, usul perubahan pasal-pasal konstitusi dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR (237 dari 711 jumlah anggota MPR, red). Di ayat 3, dijelaskan untuk mengubah pasal-pasal konstitusi, sidang MPR harus dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR (474 dari 711 anggota MPR).
Sementara di ayat 4 dijelaskan, putusan mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR, atau sekitar 357 dari 711 anggota MPR.
“Artinya, satu partai saja tidak setuju dengan rencana amendemen, maka amendemen tidak bisa dilakukan,” terang Bamsoet. (*/cr2)
Sumber: banten.siberindo.co