Wajah koridor Jalan Sudirman–Jalan MH Thamrin Jakarta kini sudah berubah drastis. Seiring mulai beroperasinya moda transportasi publik MRT yang melintasi koridor tersebut pada 2019, Pemprov DKI Jakarta membenahi trotoar di sepanjang Sudirman-Thamrin. Tujuannya agar warga yang menggunakan MRT semakin nyaman berjalan kaki saat keluar maupun menuju stasiun di bawah tanah.
Trotoar di koridor jalan utama di Ibu Kota itu, secara estetika maupun fungsional sangat memanjakan pejalan kaki. Selain semakin lebar, tidak ada lagi ojek yang nongkrong maupun pedagang kaki lima yang berjualan.
Jembatan penyeberangan orang (JPO) pun tak semata hadir secara fungsional. Sejumlah JPO dibenahi dengan konsep kekinian, menjadikan wajah Sudirman-Thamrin Instagramable. Upaya ini sukses menarik minat warga.
Di tengah semua pembenahan tersebut, masih terasa ada yang kurang. Penyebabnya, masih banyak gedung di sepanjang Sudirman-Thamrin dengan pagar besi yang berdiri kokoh, sehingga menciptakan batas dan jarak dengan warga di trotoar. Keberadaan pagar membuat koridor Sudirman-Thamrin tidak humanis bagi warga.
“Gedung tidak berpagar lebih humanis, karena gedung-gedung akan lebih ramah dengan pejalan kaki. Apalagi, kalau ada ruang pejalan kaki sepanjang koridor bangunan,” kata pakar tata kota Yayat Supriatna saat dihubungi Kamis (18/8/2022).
Yayat pun mendukung wacana peniadaan pagar di semua gedung sepanjang Sudirman-Thamrin. Wacana tersebut sudah lama dilontarkan, namun tak kunjung terwujud meskipun gubernur sudah berganti beberapa kali.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah lama mendorong agar pemilik dan pengelola gedung di Sudirman-Thamrin bersedia membongkar pagar-pagar besi yang berbatasan dengan trotoar. Harapan ini sudah dinyatakannya sejak 2018 lalu, menjelang perhelatan Asian Games di mana Jakarta menjadi tuan rumah.
Rencana tersebut diulang oleh Anies belum lama ini. Saat menghadiri HUT ke-10 Forum Pemred pada Jumat (5/8/2022) lalu, Anies menyatakan akan segera meminta pemilik dan pengelola gedung agar bersedia merobohkan pagar mereka.
Hal tersebut dimaksudkan agar pejalan kaki semakin leluasa dan nyaman, sebab ada tambahan ruang terbuka yang menyatukan trotoar dengan halaman gedung. Tidak hanya memanfaatkan trotoar yang sudah disiapkan pemerintah, pejalan kaki juga dapat memanfaatkan halaman gedung yang sudah tidak berpagar.
Anies menyadari faktor keamanan menjadi pertimbangan utama pemilik dan pengelola gedung. Dia menegaskan, Pemprov DKI Jakarta siap menjamin keamanan kepada pemilik gedung agar bersedia merobohkan pagarnya. Dengan demikian wajah Sudirman-Thamrin yang lebih humanis segera terwujud.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria juga mendorong konsep terbuka gedung-gedung di ruas Jalan Thamrin-Sudirman. Hal tersebut sejalan dengan Gedung Sarinah yang mengusung konsep terbuka, dan telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Tentu kita ingin semua gedung-gedung di Jalan Sudirman-Thamrin lebih terbuka. Kita dorong dan dukung,” kata Riza pada Jumat (15/7/2022) lalu.
Dengan meniadakan pagar besi di depan gedung, trotoar akan menjadi sebuah ruang publik. Trotoar tak lagi semata menjadi tempat warga berjalan kaki berpindah dari satu gedung ke gedung lain, tetapi menjadi pusat aktivitas warga.
Hal itulah yang terjadi di trotoar depan pusat perbelanjaan Sarinah. Konsep gedung yang menyatu dengan trotoar, menjadikan halaman depan Sarinah sebagai ruang terbuka yang kini ramai oleh warga. Bahkan, pada saat-saat tertentu digelar pertunjukan musik atau kesenian. Konsep yang diusung Sarinah mampu menghadirkan ruang interaksi antarwarga tanpa memandang kelas sosial.
Berdasarkan pengamatan Beritasatu.com, sedikitnya 25 gedung di Sudirman-Thamrin yang tidak berpagar sama sekali atau setidaknya mengganti pagar tinggi mereka dengan tanaman pendek, sehingga tetap berkesan humanis terhadap warga. Sebaliknya, masih ada sekitar 45 gedung di koridor tersebut yang masih berpagar besi. Ini tentu menjadi tantangan Pemprov DKI Jakarta saat ini, meminta pemilik dan pengelola gedung untuk merobohkan pagar-pagar mereka.
Faktor Keamanan
Yayat menuturkan, wacana menjadikan Sudirman-Thamrin sebagai koridor tanpa pagar gedung sudah lama digaungkan. Namun, wacana tersebut tak kunjung terwujud.
Penyebabnya adalah pertimbangan keamanan. Masih terjadinya aksi unjuk rasa bahkan aksi teroris beberapa tahun silam, membuat pengelola dan pemilik gedung enggan merobohkan pagarnya. Mereka khawatir perusuh memasuki areal gedung sehingga mengganggu atau mengancam keselamatan gedung dan orang-orang yang ada di dalamnya.
“Sudah sejak dulu direncanakan seperti itu (meniadakan pagar). Tetapi, karena aspek keamanan atau gangguan keselamatan terhadap bangunan dari kejahatan, aksi demonstrasi atau terorisme, maka para pemilik bangunan lebih cenderung untuk membuat pagar,” ujar Yayat.
Menurutnya, wacana peniadaan pagar dapat didukung semua pemilik dan pengelola gedung apabila Pemprov DKI Jakarta dapat memberikan jaminan keamanan.
“Jaminan keamanan, kenyamanan dan kebersihan lingkungan adalah kata kunci yang harus diberikan Pemprov DKI kepada pemilik atau pengelola gedung untuk mewujudkan bangunan tanpa pagar di Jakarta,” imbuhnya.